Melihat ke Bawah

  • Februari 05, 2018
  • By Nur Muhammad Luthfi
  • 4 Comments

"Kok dia punya smartphone mahal?"

"Kok hidupnya maen terus ya?

Itulah kalimat yang terpendam dari hati seorang mahasiswa yang punya khalayan lebih besar dari warehouse IKEA di Tanggerang. Terkadang gue suka binggung sama orang-orang seperti itu, baik itu temen gue ataupun orang yang bisa dibilang hidupnya asik terus. Apakah barang dan harta yang didapat adalah hasil kerja keras sendiri? atau jerih payah orang tua? none of my business

***

Kemarin gue ikut program Google namanya Indonesia Android Kejar yang biasa di sebut IAK. Alhamdulillah, gue diterima jadi salah satu peserta IAK setelah menunggu dari semester 1 selama 4 bulan hahah. Setelah itu gue dapet kelas di ITB calon kampus gue nanti. Semoga.  

Gue disana bertemu banyak orang. Ternyata orang-orang yang gue temui itu rata-rata bukan dari kalangan atas. Apalagi gue kemarin ngeliat mahasiswa ITB yang fisiknya itu bisa dikatakan tidak seperti mansia umumnya. saat itu juga gue lansung mikir tentang hidup gue selama 17 tahun ini. Gue ngerasa dengan fisik gue yang lebih baik darinya merasa tersentil. Gue merasa hidup gue masih bisa dibilang leha-laha jika dibandingin dengan orang itu. Gue merasa perjuangan gue masih dibawah beliau. Perjuangan yang sudah gue anggap maksimal ternyata masih belum cukup untuk dikatakan maksimal. 

Setelah itu, gue meditasi. Dari meditasi tersebut gue dapat disimpulkan, bahwa sebenernya hidup yang gue udah dapet itu sudah sangat cukup dan patut gue syukuri. Walaupun hidup gue masih dibawah temen-temen gue yang gue ceritain sebelumnya, kita jangan selalu melihat kehidupan di atas kita. Bener kalau melihat ke atas dapat memacu motivasi kita, tapi melihat ke bawah itu juga perlu sebagai bahan untuk kita selalu menyukuri apa yang sudah didapat. Karena diluar sana masih banyak orang yang pengen punya kehidupan seperti kita.


You Might Also Like

4 komentar