Being Cashless Society

  • Oktober 17, 2019
  • By Nur Muhammad Luthfi
  • 0 Comments

Halo semua. Belakang ini fintech lagi menjadi hot topik di Indonesia sampai-sampai salah satu platform payment OVO menjadi unicorn ke-5 Indonesia. Tapi, jauh sebelum kejadian tersebut selama satu bulan ini, gue mencoba untuk menjadi untuk sejarang mungkin membawa uang tunai. Hal ini terinspirasi oleh sebuah video di Youtube yang diunggah oleh Wall Street Journal mengenai negara China yang sudah menerakan sistem pembayaran cashless di sana. Cashless yang gue maksud di sini adalah pembayaran yang menggunakan uang elektronik.

Image from unsplash

Here is what i felt. Selama selama empat pekan menjadi cashless society di Bandung, gue merasakan sebuah kenyamanan saat melakukan transaksi. Just pull out you phone, scan the barcode, input the fee and done. Just it. Di sini gue memakai empat platform payment di sini; OVO, Gopay, DANA dan LinkAja. Setiap platform mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai contoh dengan LinkAja lu bisa dengan mudah bertansaksi pada merchant-merchant miliki BUMN. Atau dengan Gopay yang sangat seamless di ekosistem GOJEK. 

But, before continue this, I don't have any associates or payed from them. 

Di Bandung, sayangnya baru restoran atau tempat makan yang sudah punya nama yang sudah mendukung pembayaran non tunai, belum banyak merchant-merchant biasa yang bisa menerima pembayaran menggunakan non tunai bahkan ada merchant yang sudah bekerja sama, tapi merobek print barcode tersebut. Entah apa alasannya, mungkin karena banyak yang beli menggunakan pembayaran non tunai tapi setelah berhasil transaksi melakukan pengembalian uang. Maybe.

Setelah beberapa hari, gue merasa diuntungkan dengan melakukan pembayaran non tunai. Banyak sekali startup yang sedang membakar duit (baca: promosi) besar-besaran untuk customer cost accusation atau user retention. Mereka menggunakan strategi cashback setiap kali kita melakukan transaksi. Hal ini gue coba manfaatkan dengan sebaik mungkin hingga gue bisa dapat makan gratis dengan uang dari cashback tersebut. Selain itu. banyak keuntungan dengan menggunakan pembayaran non tunai; tidak perlu pusing dengan kembalian berupa uang recehan. 

Ada kekurangan ada kelebihan. Kekurangan dari pembayaran non tunai di Indonesia adalah masih banyak sekali merchant-merchant berupa warung, tempat jajan yang belum mendukung pembayaran non tunai. Sehingga masih terbatas untuk beberapa tempat saja. Kemudian, yang terpenting adalah privasi dan kemanan. Mungkin kalian gak asing dengan musibah yang menimpa salah satu gadget youtuber yang dimana akun Jeniusnya di retas oleh hacker. Tapi meskipun begitu kita sebagai end user juga patut untuk waspada dan hati-hati dalam bertransaki di internet. Secanggih apapun keamanan sebuah sistem jika ada human error, ya sudah. Sama saja. 

Jika kita bermimpi menjadi negara cashless masih membutuhkan waktu bertahun-tahun lagi. Bukan hanya itu, penetrasi perbankan di Indonesia masih sangat kecil, 36% dari total masyarakat Indonesia dewasa. Hal ini juga berdampak pada penetrasi non tunai di Indonesia. Berdasarkan artikel Wartaekonomi menyebutkan, bahwa penetrasi pembayaran di Indonesia menggunakan uang tunai masih sangat besar 90% sisanya 10% adalah pembayaran non-tunai. Tapi saya tetap optimis karena, progress kita untuk menjadi cashless society positif. 

You Might Also Like

0 komentar