Antara Diri Sendiri dan Orang Lain

  • Maret 19, 2018
  • By Nur Muhammad Luthfi
  • 0 Comments

Sejak gue kecil,  gue selalu kagum dengam bokap gue akan kebaikannya.  Beliau selalu ikhlas dalam membantu orang yang membutuhkannya. Ia mempunyai prinsip bahwa hidup itu harus berguna kepada orang lain. Itu hebat menurut gue.

***

Gue jadi teringat ketika pergi ke rumah pasien bokap gue di daerah Bintaro.  Waktu itu sedang liburan semester satu,  gue diajak bokap untuk menemaninya untuk memeriksa keadaan pasien tersebut. Karena waktu itu gue gak banyak kerjaan selain makan -  tidur -  main,  gue putuskan untuk ikut bokap ke bintaro.

Perjalan dari Cakung sampai Bintaro cukup memakan tenaga. Walaupun bukan gue yang nyetir,  gue yakin ketika ngelihat wajah bokap yang menunjukan bahasa tubuh lelah. Meskipun begitu, niat baik tak terhalang oleh rasa lelah.

Ketika sampai di tujuan, kita gak tau lokasi persis rumah tersebut. Oleh karena itu, kita menunggu di dekat masjid daerah Bintaro Sektor 9. Tak kunjung lama,  keluarga salah satu pasien datang menjemput, menghantarkan kami ke rumahnya. Ternyata rumah si pasien tidak di dalam perumahan bintaro,  kita harus melewati jalan yang sempit untuk sampai kerumah.

Terlihat rumah kayu yang sepertinya sudah lama berdiri itu masih terlihat kokoh. Dikelilingi oleh banyak pepohonan membuat daerah sekitar sejuk.  Ternyata,  rumah itu adalah tujuan kami.

Sesampainya di teras rumah, kami disambut oleh keluarga pasien dan pasien tersebut. Seorang nenek yang sedang berbaring mengeluhkan penyakit kakinya yang sepertinya lumpuh. Bokap melanturkan senyuman.  Setalah itu,  seperti biasa bokap meminta sebuah minyak dan mulai teknik psioterapinya.

Penyembuhan berjalan dengan intense, nenek tersebut selalu mengeluh dengan keadaannya yang menurutnya tidak bisa disembuhkan. Bokap tersenyum kembali dan dilanjutkan dengan kalimat penyemangat agar nenek tersebut mau berusaha. Walaupun nenek tersebut selalu mengeluh,  bokap gue pantang semangat untuk membantu nenek itu.

Selang beberaapa jam, ada perkembangan dari tubuh nenek itu.  Kakinya yang awalnya susah untuk digerakan pada akhirnya bisa digerakkan. Walaupun itu masih membutuhkan bantuan sebuah tongkat.
 
Setelah selesai, kami pamitan. Akan tetapi,  kami selalu di berhintakan untuk menerima bayaran.  Bokap selalu menolak,  ia ikhlas dan mengatakan bahwa setiap kebaikan pasti ada balasannya walaupun sebesar biji zahro sekalipun.  Mereka tetap memaksa dan bokap gue berbalas dengan dengan hal yang sama.  Semenjak saat itu gue belajar banyak tentang ke ikhlassan menolong seseorang dan hal itu gue coba terapan di perkuliahan.

Mencoba untuk baik kepada orang lain kadang sering berakhir di manfaatkan.  Gue gak pernah tau kenapa banyak sekali orang yang seperti itu.  Sejujurnya, ada banyak sekali orang seperti itu dari gue kecil sampai sekarang. Akan tetapi,  mereka yang pernah gue bantu tidak menghilang pergi seperti membuang kulit kuaci yang sudah tak berisi. Mereka masih berbincang, bercanda dan sesekali bertemu. Hal itu gak berlaku di perkuliahan.

Mereka yang pernah gue bantu seakan semua selesai ketika gue selesai membantu.  Gue menjadi mikir dan seakan gue menyesal kepada diri sendiri.  Menyianyiakan waktu dan tenaga demi orang lain yang akan membuang kita ketika urusan telah selesai.  Mungkin gue harus belajar lagi untuk tidak membantu ke semua orang.  Walaupun terdengar pilih-pilih,  ya itulah risiko membantu banyak orang yang pada akhirnya dibuang.

Sumber gambar: dreamstime.com

You Might Also Like

0 komentar